Millenial Investasi Ternak, Seksikah?

Keuntungan Investasi Ternak untuk Millenial
Picture by mufidpwt on Pixabay

Generasi millenial pasti sudah tak asing lagi dengan beragam instrumen investasi seperti Reksa dana, saham, emas, dan deposito. Keempat produk ini menjadi top list yang paling diincar oleh anak muda.

Bagi yang ingin mendapatkan high return tentu akan memilih saham sebagai pilihan pertamanya. Tapi sebagai konsekuensi dari high return akan ada high risk yang tidak bisa dihindari. Apalagi di musim pandemi Corona seperti ini banyak saham yang turun bebas.

Hasil riset yang dilakukan oleh Alvara Research Center tahun 2017 yang berjudul  “The Urban Middle Class Millenials Indonesia: Financial and Online Behavior” menyatakan kepemilikan produk investasi generasi ini masih terbatas, tetapi mereka sudah mulai pilih-pilih produk investasi yang akan digunakan di masa depan. Pertimbangan paling utama milenial dalam berinvestasi biasanya adalah modal yang tidak besar serta kemudahan akses.

Investasi ternak kedengarannya sangat tidak seksi untuk kalangan milenial. Stereotype investasi ternak ini masih melekat pada diri orang tua terutama di pedesaan yang menjadikan ternak sebagai pilihan kedua setelah investasi tanah. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kendala diantaranya permodalan, likuditas dan kepraktisan.

Membayangkan betapa ribetnya mempersiapkan kandang, mencari rumput, atau menggembalakan, dan hal teknis lain adalah hal yang membuat milenial urung melirik ternak. Padahal, sekarang ini investasi ternak sangat mudah dilakukan tanpa memperhatikan hal-hal tersebut. Meski tidak terlalu prestis dibanding keempat produk tadi, sebenarnya ada banyak kelebihan yang akan didapatkan dari investasi ternak. Penasaran kan?

Seiring dengan bertambahnya teknologi, makin banyak platform aplikasi yang menawarkan jasa investasi ternak online. Investor hanya duduk manis dan beternak melalui jempol di layar smartphonenya. Dengan beragam penawaran menarik yang ditawarkan, kebanyakan sistem yang dijalankan adalah bagi hasil antara peternak dan investor.

Gaduh: Sistem Bagi Hasil Peternak dan Investor

Sistem bagi hasil seperti ini dinamakan dengan gaduh. Sebenarnya sistem ini merupakan tradisi yang sudah ada semenjak jaman dahulu. Peternak yang tidak cukup uang untuk membeli hewan ternak, menawarkan jasanya kepada pemilik modal.

Semua hal-hal teknis mulai dari kandang, perawatan, rumput untuk makanan ditanggung oleh peternak. Nanti ketika dijual hasil keuntungannya dibagi antara investor dan peternak. Range hasil baginya bervariasi tergantung kesepakatan antara pemodal dan peternak. Namun pada umumnya berada di kisaran 60:40. 60% untuk peternak dan 40% untuk investor.

Besaran ini cukup worth lah untuk pemodal karena tak perlu repot-repot merawat, hanya butuh uang di awal untuk membeli hewan ternaknya saja.

Sistem gaduh ini sangat memberikan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Peternak kecil di daerah biasanya tidak memilik profesi lain kecuali hanya mengandalkan keahlian beternak. Dengan sistem ini kebutuhan sehari-hari mereka dapat terbantu dengan baik.

Mereka tidak perlu berhutang kepada rentenir atau meminjam kepada bank dengan bunga yang relatif tinggi. Peternak seringkali mengajukan kredit kepada bank untuk menutupi hutangnya kepada rentenir. Ketika pembayaran bank sudah jatuh tempo mereka terpaksa meminjam ke rentenir dan berlanjut terus seperti siklus yang tiada akhir. Fenomena gali lubang tutup lubang seperti ini juga saya temui di daerah sentra peternakan di Kembang, Jepara.

Inseminasi Buatan

Kebanyakan kita berpikir kalau ingin untung besar kita harus beli sepaket sapi jantan dan betina untuk bisa mendapatkan anak. Jika harga sapi dewasa berkisar 17 juta maka kita perlu merogoh kocek 34 juta.

Meski sudah dikandangkan berdua, ternyata kita harus menunggu lama supaya si betina bisa bunting. Susah sekali menentukan kapan si jantan akan birahi dan kawin karena prosesnya terjadi secara natural.

Tiga tahun lalu sebelum banyak startup di bidang peternakan seperti sekarang ini, saya tertarik mencoba investasi ini ketika melihat ig story teman saya. Dia adalah seorang inseminator yang mengabadikan momen foto dan video sapi yang telah lahir dari hasil inseminasi buatan.

Sapi betina disuntik dengan cairan sperma sapi jantan agar bisa bunting. Menarik bukan? Kita bisa menghemat 17 juta untuk mendapatkan pedhet (anak sapi). Kita juga bisa mendapatkan keuntungan sekitar 12 juta dengan menjual pedhet ini ketika sudah berumur 6 bulan.

Biaya untuk inseminasi buatan cukup murah. Untuk seekor kambing kisaran 60 ribu, sedangkan sapi di kisaran 80-200 ribu tergantung jenis bibit unggulnya. Bahkan bisa gratis jika mengikuti program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab) dari pemerintah yang  pada tahun ini beralih nama menjadi SIKOMANDAN (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri).

Saat itu saya tak memiliki cukup uang untuk membeli sapi, hingga menjatuhkan pilihan ke kambing. Karena terbatasanya pengetahuan tentang peternakan, saya meminta bantuan teman saya ini sebagai fasilitator.

Awalnya saya berniat membeli satu kambing jantan yang akan digemukkan dan dijual ketika hari raya kurban. Tapi karena saat itu bertepatan dengan tahun ajaran baru, harga di pasaran turun karena mayoritas peternak menjual ternaknya untuk membayar keperluan sekolah anaknya.

Akhirnya dengan kocek 2,7 juta saya bisa mendapat kambing jantan remaja berumur 6 bulan seharga 1,8 juta dan betina berumur 2 tahun seharga 900 ribu.

Sepasang kambing ini diantarkan dan diserahkan kepada salah satu peternak yang sering menggunakan jasa inseminasinya. Setelah satu bulan saya baru sempat menyambangi peternak yang cukup jauh ditempuh selama hampir 2 jam menggunakan motor. Senang melihat kedua kambing ini jadi gemuk dan sehat. Peternaknya ramah dan kopen

Menjelang hari raya kurban, kambing jantan ini belum cukup umur untuk dijual. Saya menundanya untuk dijual di tahun depan karena betinanya ternyata dalam keadaan bunting muda.

Dengan harapan, si jantan bisa dijual di kisaran 2,5-5 juta  tergantung ukurannya nanti. Sedangkan si betina bisa dijual dengan 1,5 juta belum termasuk anak-anaknya. Estimasi bisa dapat 30% lah keuntungannya.

Banyak orang salah paham tentang investasi. Segala macam investasi itu memiiliki resiko apapun bentuknya. Tidak ada yang 0% free risk. Termasuk juga investasi ternak. Ini yang saya alami, si jantan dan si betina serta kedua anaknya terpaksa dijual pada saat kondisi harga turun.

Peternak tak punya pilihan lagi karena sangat butuh uang untuk menutupi hutangnya dulu di bank. Meski cuman mendapatkan keuntungan 100 ribu, saya bersyukur masih bisa balik modal.

Dua Kunci Penting Agar Investasi Ternak Untung Besar

Dari kasus yang saya alami ini, saya menyimpulkan setidaknya ada dua kunci utama jika mau untung besar dalam investasi peternakan dengan sistem gaduh.

1. Pilih Peternak yang Bisa Dipercaya dan Kopen

Peternak yang bisa dipercaya memegang poin penting. Ketika peternak itu jujur bisa dipastikan tidak ada masalah yang berarti. Lain halnya ketika peternak yang mencoba mengambil kesempatan karena investor berada jauh lokasinya.

Mereka bisa berbohong kalau hewan kita sakit dan butuh perawatan ekstra. Beruntungnya, teman saya yang berprofesi sebagai inseminator dan merangkap paramedis itu berdinas di daerah Kembang. Ketika mendapat info dari peternak kalau kambing betina mandul dan harus segera dijual dan diganti teman saya langsung ke TKP dan mengeceknya. Alhasil, peternak tidak bisa berbohong lagi.

Peternak yang kopen adalah istilah Jawa dimana Peternak memiliki kemampuan ekstra dalam merawat. Mereka memperlakukan hewan ternak seperti anaknya sendiri.

Peternak memberi kasih sayang dan makan dengan baik sehingga bisa tumbuh besar seperti yang kita harpakan. Dengan begitu, kita bisa mendapatkan untung yang besar karena harga jual sangat tergantung dengan bobot dan kondisi kesehatan hewan ternak.

2. Pilih Daerah yang Memiliki Sumber Daya Rumput Melimpah

Ketika kita memutuskan untuk berinvestasi di bidang peternakan, maka pilihlah daerah yang memiliki sumber daya rumput melimpah. Dengan demikian kita bisa menekan pos pengeluaran utama untuk makanan.

Sapi dan kambing rata-rata butuh makan dua kali sehari dengan minimal seikat rumput. Jika harga rumput seikat 20 ribu rupiah maka kita bisa menghemat 40 ribu sehari atau Rp 1.200.000 sebulan.

Begitu juga dengan sistem gaduh, meski sebagai pemodal tidak dibebankan biaya selain pembelian hewan ternak, tetapi keberadaan rumput menjadi faktor yang sangat penting.

Peternak yang kesulitan mencari rumput tidak akan mau merawat hewan ternak terlalu lama. Seperti yang saya alami, keempat kambing saya terpaksa dijual lebih awal karena salah satunya dipicu kesulitan mendapatkan rumput akibat kekeringan.

Peternak beranggapan lebih baik dijual dengan untung yang sedikit daripada keluar biaya yang banyak untuk membeli rumput.

Nah, jika kedua faktor diatas  dapat dipenuhi maka investasi ternak tidak bisa dianggap remeh lagi. Bahkan bisa dibilang lebih seksi dibanding produk investasi lain untuk seseorang yang memiliki profil resiko konservatif.

Jika pada kondisi ideal terutama dengan kondisi pakan dan gizi terpenuhi, keuntungan sapi  bisa mencapai 60%. Contoh nyatanya teman saya yang inseminator tadi. Tahun lalu dia berhasil menjual sapi dengan bobot diatas 900 kg seharga 50 juta dari harga beli 30 juta. Sapi jantan itu ketika dibeli berumur sekitar 3 tahun dengan bobot 700 kg dan dipelihara selama setahun. Bagaimana? Tertarik? Jika tertarik silahkan tinggalkan jejak di komentar di bawah ini

Share

Nihayatun Ni'amah

A scientist who has passion in technology, business, and education

You may also like...

11 Responses

  1. Yofri armon says:

    Terus kontrolnya buat mastikan peternaknya jujur gmn kakakks?

    • Kalau pake sistem konvensional lebih baik minta saran kepada relasi/ kerabat terdekat untuk mengetahui track record peternaknya.Karena biasanya kalo sudah tidak jujur sekampung sudah tau kalo di pedesaan

  2. Okkruz says:

    Itu perjanjiannya dng peternak modelnya seperti apa kak?

    • Perjanjiannya macam2 kak tergantung kesepakatan dg peternaknya. Ada yg pembagian berdasarkan presentase keuntungan 60:40 atau 70:30. Ada juga yg peternaknya ambil anak sapi/kambing yg dihasilkan

  3. Ghina says:

    wah, menarik sekali, apalagi untuk program inseminasi ini. Terkadang praktek secara manual akan membuang waktu cukup banyak yaaa. Tapi, untuk peternaknya, adakah fee untuk kebutuhan rumput dan kebersihannya? ataukah cukup dari bagi hasil saja, Ha?

  4. Menarik sekali kak…kalau boleh tau, ada rekomendasi investasi yang online gak Kak?

  5. priyo comdev says:

    belum berani main investasi ernak

  1. June 6, 2020

    […] Baca Selengkapnya […]

  2. July 26, 2020

    […] sulungnya 2 tahun lagi akan kuliah sehingga Beliau harus mempersiapkannya. Pak Hadi berencana untuk investasi ternak sebanyak 20 juta dan sisanya ditabung […]

Leave a Reply

%d bloggers like this: